Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang berfluktuasi membuat harga minyak dunia ikut bergejolak. Sehingga, sejumlah badan usaha penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga kini terus memantau pergerakan minyak mentah.
Telebih, kedua faktor tersebut merupakan komponen dasar pembentuk harga BBM. Untuk diketahui, biasanya sejumlah badan usaha penyalur BBM melakukan penyesuaian harga per tanggal 1 setiap bulan.
Lantas, dengan harga minyak bertengger di level US$ 96 per barel, serta kurs rupiah saat ini tembus Rp 15.500 per US$, apakah harga BBM naik pada November mendatang?
Sebagai badan usaha yang ditugaskan menyalurkan BBM di masyarakat, Pertamina belum dapat memastikan apakah harga BBM akan mengalami penyesuaian. Namun demikian, untuk produk BBM non subsidi perusahaan mengaku melakukan penyesuaian setiap bulannya.
Pertamina pun mengaku untuk harga BBM non subsidi, termasuk Pertamax (RON 92) kini telah sesuai dengan harga keekonomiannya.
"Kami masih melihat trennya, selain harga minyak mentah, juga MOPS dan kursnya," kata Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting kepada CNBC Indonesia, dikutip Minggu (30/10/2022).
Badan usaha penyalur BBM swasta seperti Shell Indonesia juga menyampaikan bahwa harga minyak dunia memang berpengaruh terhadap penentuan harga jual BBM. Namun demikian, penetapan harga BBM Shell juga dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor lainnya.
Beberapa faktor lainnya itu antara lain harga produk minyak olahan berdasarkan Mean of Platts Singapore (MOPS), kondisi dan volatilitas pasar, nilai tukar mata uang asing, pajak pemerintah dan bea cukai, biaya distribusi dan biaya operasional, kinerja perusahaan, serta aktivitas promosi yang sedang berjalan.
"Dapat kami sampaikan bahwa penyesuaian harga yang kami lakukan dilakukan sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku mengenai harga jual BBM," kata VP Corporate Relations Shell Indonesia Susi Hutapea.
Hal senada diungkapkan pemilik SPBU BP-AKR. Pemilik SPBU yang identik dengan warna hijau ini juga masih memantau pergerakan harga minyak dunia hingga kurs. Sehingga, perusahaan belum dapat memastikan apakah akan ada rencana penyesuaian harga.
"BP-AKR senantiasa melakukan penyesuaian harga dengan mempertimbangkan berbagai faktor, diantaranya harga minyak dunia, biaya operasional dan kondisi pasar. Mengenai tren harga BBM ke depannya tentu sangat bergantung dengan fluktuasi harga minyak mentah dunia," kata Marketing Director PT Aneka Petroindo Raya Vanda Laura.
Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, setidaknya terdapat tiga faktor utama perhitungan keekonomian harga BBM, yaitu harga minyak dunia, kurs rupiah, dan inflasi.
"Mestinya kalau mengacu pada dua variabel tadi itu Pertamina itu lebih akan menaikkan pada harga BBM non subsidi karena non subsidi corporate action-nya Pertamina," kata dia.
Menurut Fahmy, mencermati harga minyak dunia dan melemahnya kurs rupiah, maka potensi kenaikan harga BBM non subsidi bisa saja terjadi. Namun ia optimistis untuk harga BBM subsidi, pemerintah masih akan tetap menjaga di level saat ini.
"Kalau subsidi itu kan domainnya Pemerintah variabelnya banyak lagi dan pertimbangannya banyak, kalau non subsidi saya perkirakan bisa naik," kata dia.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Pertamina Kembali Mengerek Harga BBM Non Subsidi
(RCI/dhf)
Begini Kata Pertamina Cs Soal Isu Harga BBM Naik 1 November - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment