Jakarta, CNBC Indonesia - Harga timah dunia terpantau menguat pada sesi perdagangan hari ini, di tengah antisipasi investor terkait kenaikan suku bunga agresif dari bank sentral Amerika Serikat, The Fed. Namun, sentimen ini seakan redup pasca kabar terbaru dari China yang akan semakin melonggarkan kebijakan pembatasan mobilitas.
Harga timah di pasar logam dunia, London Metal Exchange (LME) pada Rabu (21/9/2022), pukul 14:15 WIB tercatat US$ 21.255 per ton, menguat 0,35% dibandingkan harga penutupan kemarin yakni US$ 21.181 per ton.
China merupakan konsumen timah terbesar di dunia. Konsumsi timah China mencapai 216.200 ton pada tahun 2020. Sehingga permintaan dari Negeri Panda tersebut dapat berpengaruh terhadap harga timah dunia. Ketika permintaan naik, maka harga pun mengikuti.
Kabar terbaru dari China yang mulai melonggarkan beberapa peraturan ketat dalam upaya menahan penularan virus Corona (Coronavirus Disease 2019/Covid-19) yang telah merugikan pertumbuhan ekonomi dan permintaan timah di negara tersebut.
Otoritas lokal di kota Chengdu, China barat daya, mengumumkan rencana untuk membuka kembali aktivitas ekonomi dan sosial "secara tertib" mulai Senin setelah lebih dari dua minggu penguncian dan pembatasan ketat lainnya.
Sementara Hong Kong, yang mengadopsi isyarat dari kebijakan Covid-19 China, juga diperkirakan akan melakukan pembukaan kembali yang tertib dalam upaya untuk menjaga kota itu tetap terhubung dengan seluruh dunia.
Harga timah saat ini kembali diperdagangkan di level US$ 21.000 setelah sebelumnya sempat nyaris menyentuh level US$ 49.000 awal Maret atau beberapa hari pasca serangan Rusia ke Ukraina. Tetapi, harga yang tinggi saat ini seakan susah digapai akibat tak seimbangnya permintaan dan penawaran.
Persediaan timah di gudang yang dipantau oleh bursa logam London (LME) mengalami penurunan pada hari ini setelah sebelumnya terus naik mencapai posisi tertinggi sejak Desember 2020.
Berdasarkan pantauan Tim Riset CNBC tanggal 20 September 2022 persediaan timah di gudang LME tercatat 4.835 ton, turun 0,41% dibandingkan stock hari sebelumnya. Tetapi masih naik 64,73%point-to-point (ptp) sejak awal bulan Juni lalu yakni sebesar 2.935 ton.
Permintaan yang tertekan memicu stock yang kian menumpuk dam membuat harga timah akan terus bergeraksideways, kecuali ada peristiwa besar yang membalikkan keseimbangan permintaan dan penawaran di pasar.
Di sisi lain, penguatan harga timah siang ini memang begitu rawan terkoreksi. Pasalnya saat ini, investor tengah fokus menanti hasil pertemuan rutin The Fed (FOMC) pada 20-21 September 2022 yang diperkirakan akan ada kenaikan suku bunga.
Pasar telah sepenuhnya memperkirakan kenaikan suku bunga setidaknya 75 basis poin (bps) pada akhir pertemuan The Fed minggu depan, bahkan mungkin setinggi 100 bps.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, peluang kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 75 bp menjadi 3,00-3,25% adalah 82,0%. Sementara peluang kenaikan suku bunga acuan sebesar 100 bp menjadi 3,25-3,50% adalah 18%.
Kenaikan suku bunga yang agresif juga berpotensi membuat nilai tukar dolar AS semakin perkasa. Hal tersebut tentunya akan menarik investor untuk membeli dolar AS sehinggagreenbackmakin menjulang.
Saat suku bunga meningkat, bunga kredit pun turut naik sehingga akan membebani ekspansi korporasi dan konsumsi rumah tangga. Akibatnya roda ekonomi tidak berputar sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut kemudian menciptakan pesimisme di pasar, begitu juga dengan aktivitas industri yang jadi konsumen timah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Artikel Selanjutnya
Harga Logam Berguguran! Timah Ambruk Nyaris 5%
(aum/aum)
Jelang Keputusan The Fed, Harga Timah Malah Mencoba Bangkit.. - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment