Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara terbang 10,11% pada pekan lalu dan mendekati rekor tertingginya. Namun, harga pasir hitam diperkirakan bakal melandai pekan ini meskipun masih di kisaran US$ 400 per ton.
Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (19/8/2022), harga batu kontrak September di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 443,75 per ton. Harganya menguat 2,01%. Harga tersebut tinggal sejengkal dari rekor tertingginya yakni US$ 446 per ton yang tercatat pada 2 Maret 2022.
Dalam sepekan, harga batu bara melonjak 10,1% secara point to point. Penguatan pekan lalu memang lebih rendah dibandingkan 16,22% pada dua pekan sebelumnya. Namun, penguatan tersebut sudah cukup membawa harga batu bara ke titik tertinggi dalam lima bulan terakhir.
Dalam sebulan, harga batu bara sudah terbang 19,6% sementara dalam setahun masih melesat 171,41%.
Analis Industri Bank Mandiri Ahmad Zuhdi memperkirakan harga batu bara akan bergerak di kisaran US$ 420 per ton ke depan. Namun, faktor spekulasi bisa membuat harga batu bara bergerak di atas kisaran tersebut.
"Harga batu bara tidak akan melonjak tinggi untuk minggu depan. Maksimal di US$ 420 untuk Agustus ini. Namun, memang bisa lebih tinggi untuk pengiriman September karena faktor spekulasi saja," tutur Zuhdi, kepada CNBC Indonesia.
Seperti diketahui, harga batu bara melambung pada kemarin karena sejumlah faktor. Di antaranya adalah lonjakan harga gas, persoalan pasokan di Jerman, serta kekeringan di China yang melambungkan permintaan listrik dan batu bara.
Suhu udara di wilayah bagian utara China dilaporkan menembus 37 derajat celcius. Gelombang panas juga membuat penggunaan listrik untuk pendingin meningkat tajam.
Di sisi lain, kekeringan membuat kapasitas pembangkit listrik tenaga air menurun drastis. Batu bara pun kemudian menjadi alternatif untuk pembangkit.
Penggunaan listrik di salah satu pusat bisnis China, Shandong, mencapai 92,94 juta kilo watts (KW) per hari, 3 juta KW lebih tinggi dibandingkan rekor yang tercipta pada 2020.
Dilansir dari Nikkei Asia, perusahaan-perusahaan di bagian barat daya China telah melaporkan adanya hambatan produksi hingga 24 Agustus mendatang karena persoalan listrik. Kota seperti Sichuan, Chongqing, Jiangsu, Zhejiang dan Shanghai juga tengah dihadapkan pada kenaikan permintaan listrik karena panasnya cuaca.
"Masalah kekeringan ini memang berpotensi meningkatkan permintaan batu bara oleh China, karena power plant juga banyak yang bersumber dari hydropower di China," ujar Zuhdi.
Pada Juli-Agustus 2021, China juga dilanda krisis energi yang ikut melambungkan harga batu bara. Untuk menghindari persoalan serupa, China sudah meningkatkan produksi batu bara pada tahun ini.
Dilansir dari Xinhua, Nageri Tirai Bambu memproduksi batu bara sebanyak 370 juta ton pada Juli, naik 16,1% (year on year/yoy) dan 0,8% (month to month/mtm).
Pada periode Januari-Juli 2022, produksi batu bara China mencapai 2,56 miliar ton atau naik 11,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Impor batu bara China mencapai 138,52 juta ton pada Januari-Juli 2022, turun 18,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Besarnya produksi batu bara China inilah yang diperkirakan tidak akan membuat permintaan batu bara global melonjak meskipun ada kenaikan penggunaan listrik di Beijing.
"Di sisi lain, demand China juga sebelumnya sudah tertekan, bersamaan dengan meningkatnya produksi batu bara domestik mereka. Jadi dampaknya tidak akan terlalu besar dari China. Selain itu industri disana juga banyak yang ditutup karena Covid dan kekeringan ini," imbuhnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Artikel Selanjutnya
Harga Komoditas Ini Terbang 9,26%, Indonesia Makin Kaya Nih!
(mae/mae)
Menunggu Nasib Harga Batu Bara: Rekor atau Tekor? - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment