Jakarta, Beritasatu.com- Pasar Surat Utang Negara (SUN) sepekan ke depan dinilai positif ditopang selisih (spread) obigasi pemerintah Amerika Serikat (US Treasury) yang lebih besar dan sentimen dovish (longgar) bank sentral AS, The Fed. Di sisi lain, tingginya jumlah kasus Covid-19 juga menjadi perhatian investor.
Senior Economist PT Samuel Sekuritas Fikri C Permana mengatakan, faktor utama yang jadi penopang menguatnya harga SUN yakni data The Fed menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi AS cenderung melandai. Selain itu, pekan lalu data jobless claims juga meningkat. “Sehingga tapering yang dikhawatirkan oleh investor diperkirakan terjadi lebih lama,” jelasnya kepada Investor Daily, Minggu (1/8/2021).
Lebih lanjut, kata Fikri, SUN pekan depan juga akan didukung harapan peningkatan inflasi di Indonesia sebanyak 0,03% atau secara tahunan naik 1,45%. Dengan terjaganya tingkat inflasi ini, spread antara SUN dengan US Treasury 10 tahun makin membesar. “Ditambah semua tenor yang lebih rendah jadi harusnya cost of fund global murah. Kondisi mata uang yang terjaga dan rating Indonesia saat ini masih bertahan di BBB. Dengan demikian seharusnya pasar Indonesia lebih cantik saat ini,” ujarnya.
Fikri menambahkan, dari dalam negeri, tingginya kasus Covid-19 masih jadi sentimen yang mempengaruhi pergerakan harga SUN. Pemerintah seharusnya memperpanjang pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) hingga jumlah kasus menurun. Namun harus disesuaikan dengan pemberian stimulus yang lebih besar. “Meski nantinya defisit anggaran makin membesar, kebijakan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan realokasi anggaran seharusnya dapat menjadi solusi,” ujarnya.
Adapun sebelumnya, pemerintah Indonesia berencana menggelar lelang SUN dalam mata uang rupiah untuk memenuhi sebagian target pembiayaan APBN 2021. Lelang ini dilakukan untuk membiayai belanja negara dan juga penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Lelang kali ini pemerintah menawarkan sebanyak tujuh seri yakni, SPN12211104, SPN12220527, FR0090, FR0091, FR0088, FR0092 dan FR0089 dengan target indikatif sebanyak Rp 33 triliun dan target maksimal yang 49,5 triliun. “Seri yang diminati investor saat ini seri menengah yakni tenor 5, 10 dan 15 tahun lantaran harganya masih kompetitif. Untuk imbal hasil 10 tahun diproyeksikan bergerak di 6,15% sampai 6,25%,” kata Fikri.
Secara terpisah, Analis PT Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus berpendapat bahwa pasar obligasi berpotensi mengalami penurunan imbal hasil dengan rentang 5 tahun yakni 5,15% - 5,25%, 10 tahun 6,25% – 6,30%,15 tahun pada kisaran 6,29% – 6,35% dan terakhir yakni tenor 20 tahun dengan proyeksi 7,00% – 7,05%. “Di tengah situasi yang mengalami perbaikan, kami melihat pasar obligasi masih akan terus melanjutkan tren penurunan secara imbal hasil,” jelas Nico.
Selain itu, SUN akan didukung suku bunga yang diproyeksikan tidak akan bergerak jauh dari level 1,5% yang disebabkan naiknya tingkat inflasi Indonesia. Menurut Nico, hal itu yang membuat pasar obligasi Indonesia dalam zona nyaman.
Adapun, ketidakpastian pemulihan ekonomi juga membuat orang men-shifting sebagian portofolionya kepada obligasi untuk berjaga-jaga apabila PPKM masih terus dilanjutkan. “Pada lelang kali ini pun, penawaran yang masuk diperkirakan mencapai Rp 60 triliun – Rp 70 triliun. Apalagi kehadiran seri baru akan menjadi salah satu pendorong lelang obligasi kian ramai. Tentu saja apabila pelaku pasar dan investor memasang imbal hasil yang rendah, kami yakin tidak menutup kemungkinan pemerintah akan menyerap dengan target maksimal,” pungkas Nico.
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: Investor Daily
Ditopang Sentimen Global, Harga SUN Diproyeksikan Menguat Sepekan ke Depan - BeritaSatu
Read More
No comments:
Post a Comment