Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia sedang menanjak dalam 2 hari terakhir, dengan persentase yang cukup tinggi. Investor emas tentunya senang dengan kenaikan tersebut, tetapi salah satu ekonom ternama mengatakan jika emas terus melaju hingga ke US$ 2.000/troy ons maka itu bisa jadi tanda bahaya.
Pada Jumat (30/7/2021), pukul 16:50 WIB, emas diperdagangkan di kisaran US$ 1.828/troy ons, masih stagnan setelah melesat 1,17% kemarin dan 0,45% di hari sebelumnya.
Foto: Datawrapper
|
Kenaikan emas dipicu pengumuman kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) yang masih belum memberikan detail kapan waktu tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).
Spekulasi jika The Fed tidak akan melakukan tapering di tahun ini pun menguat setelah rilis data produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat. Departemen Perdagangan AS kemarin melaporkan PDB tumbuh 6,5% di kuartal II, sedikit lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya 6,3%, tetapi jauh di bawah estimasi Dow Jones sebesar 8,4%.
Rilis tersebut setidaknya menggambarkan laju perekonomian AS tidak sekuat yang diperkirakan, sehingga masih perlu bantuan stimulus moneter berupa QE. Alhasil tapering kemungkinan besar tidak akan dilakukan di tahun ini, emas pun melesat 2 hari terakhir.
Meski demikian, jika nanti emas terus melesat naik, bukan berarti itu kabar baik. Ekonom Mark Skousen mengatakan jika harga emas nantinya mencapai US$ 2.000/troy ons maka itu menjadi indikasi masalah inflasi yang sangat berbahaya, khususnya di Amerika Serikat.
Sebab, inflasi di AS saat ini sangat tinggi. Inflasi yang dilihat berdasarkan Consumer Price Index (CPI) melesat 5,4% di bulan Juni dari periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY).
Kenaikan tersebut merupakan yang tertinggi sejak Agustus 2008, dan lebih tinggi dari perkiraan para ekonom yang disurvei Dow Jones yang memperkirakan pertumbuhan 5%.
Kemudian inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan tumbuh 4,5%, jauh di atas prediksi 3,8% dan tertinggi sejak September 1991.
Sementara itu inflasi berdasarkan Personal Consumption Expenditure (PCE) yang dijadikan acuan oleh The Fed, di bulan Mei melesat 3,4% YoY. Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1992. Data terbaru akan dirilis hari ini, hasil polling Reuters menunjukkan inflasi akan naik lagi menjadi 3,9% YoY.
Foto: Datawrapper
|
Emas secara tradisional dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi. Ketika inflasi tinggi maka permintaan emas akan meningkat, dan harganya menanjak. Tetapi harga emas masih kesulitan untuk mencapai US$ 1.900/troy ons.
Sehingga ketika harga emas bisa lebih tinggi dari level tersebut, maka ada risiko inflasi yang sangat tinggi.
"Emas menjadi leading indicator dari inflasi, dan harga emas sedang naik, tetapi tidak mampu melewati US$ 1.900/troy ons. Tetapi jika level tersebut dilewati, dan naik lagi ke US$ 2.000 hingga US$ 2.100/troy ons, itu akan mengindikasikan masalah inflasi yang sangat serius," kata Skousen, sebagaimana dilansir Kitco, Rabu (28/7/2021).
Skousen juga mengatakan ketua The Fed Jerome Powell terlalu optimis jika inflasi yang tinggi hanya bersifat sementara, padahal sebenarnya bisa berlangsung sangat lama. Selain itu, mengendalikan inflasi juga disebut tidaklah mudah.
"Mencoba mengendalikan inflasi seperti menangkap harimau dari ekornya. Itu bisa dengan mudah lepas kendali seperti yang terjadi pada tahun 1970an. Ini adalah permainan yang sangat berbahaya, saya benar-benar khawatir pemerintah salah mengambil langkah," tambahnya.
Inflasi yang tinggi bisa menyebabkan banyak masalah bagi perekonomian AS, apalagi dengan pertumbuhan PDB tidak sekuat perkiraan plus kasus penyakit virus corona yang meningkat, membuat outlook perekonomian menjadi "mendung".
Jika perekonomian AS merosot, sementara inflasi tinggi, maka akan memicu terjadinya stagflasi. Amerika Serikat merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia. Ketika perekonomian kembali menghadapi masalah, maka akan merembet secara global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(pap/pap)
Jika Harga Emas ke US$ 2.000/oz Itu Artinya Bahaya, kok Bisa? - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment