Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia melesat lagi pekan ini setelah turun pada minggu lalu. Kabar baik yang datang dari Amerika Serikat (AS) dan China menjadi pemicu kenaikan harga si emas hitam.
Melansir data Refinitiv, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) melesat 2,32% ke US$ 63,58/barel, sementara jenis Brent naik 1,72% ke US$ 67,25/barel. Pada pekan lalu, keduanya mengalami penurunan 1,57% dan 1%.
Pada pekan ini, AS melaporkan di kuartal I-2021 perekonomiannya tumbuh 6,4%. Pertumbuhan tersebut menunjukkan perekonomian AS sudah mulai pulih pascamengalami resesi akibat pandemi Covid-19.
AS merupakan konsumen minyak mentah terbesar di dunia. Oleh karena itu, ketika perekonomiannya menunjukkan pertumbuhan yang tinggi, maka permintaan minyak mentah berpotensi meningkat.
Bahkan, banyak ekonom, termasuk Bank Sentral AS (The Fed) memperkirakan produk domestik bruto (PDB) Negeri Paman Sam pada, tahun ini akan menjadi yang terbaik sejak tahun 1984.
The Fed saat mengumumkan kebijakan moneter Kamis (29/4/2021) dini hari waktu Indonesia juga mengakui pertumbuhan ekonomi serta inflasi lebih tinggi dari prediksi sebelumnya yang disebabkan program vaksinasi serta dukungan kebijakan moneter dan fiskal.
"Di tengah kemajuan program vaksinasi serta dukungan kebijakan yang kuat, indikator perekonomian serta tenaga kerja telah menunjukkan penguatan," tulis komite pembuat kebijakan The Fed (FOMC).
Dalam pengumuman tersebut, The Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuan 0,25% serta program pembelian obligasi (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan. Suku bunga The Fed baru akan dinaikkan setidaknya di tahun 2023.
Kebijakan tersebut diyakini akan membuat perekonomian AS tetap dalam pertumbuhan yang pesat, sehingga menjadi sentimen positif bagi minyak mentah.
Selain itu, kabar baik juga datang dari China, konsumen minyak mentah terbesar kedua di dunia. Data dari China menunjukkan sektor manufaktur di bulan April masih mempertahankan ekspansi dengan angka indeks 51,1.
Aktivitas manufaktur diukur dari Purchasing Managers' Index (PMI), dengan angka 50 sebagai ambang batas antara ekspansi dan kontraksi. Di atasnya berarti ekspansi, sementara di bawahnya berarti kontraksi.
Saat pandemi Covid-19 menyerang dunia sejak tahun lalu, sektor manufaktur China hanya sekali mengalami kontraksi yakni di bulan Februari 2020. Berlanjutnya ekspansi manufaktur China menjadi kabar baik bagi minyak mentah, sebab terkait juga dengan permintaan si emas hitam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(pap/pap)
Top! 'Duet' AS-China Bikin Harga Minyak Mentah Melesat Lagi - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment