Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara cenderung tahan banting. Setelah ambles dalam waktu singkat, harga langsung melesat dalam kurun waktu yang singkat pula. Volatilitas harga yang tajam ini terjadi di sepanjang tahun 2021.
Pada penutupan perdagangan kemarin (14/4/2021), harga kontrak batu bara termal ICE Newcastle mengalami kenaikan 0,84% ke US$ 89,75/ton. Tinggal sedikit lagi harga batu bara tembus US$ 90/ton.
Setelah sebelumnya mencapai US$ 92/ton pada awal April harga batu bara cenderung ambruk. Bahkan dalam waktu sepekan harga drop 7% dan kembali ke level US$ 85/ton.
Hanya saja sejak pertengahan Maret walau harga batu bara turun tetapi sulit keluar ke bawah level US$ 85/ton. Sudah jelas bahwa hal ini membuat rata-rata harga batu bara sepanjang tahun 2021 jauh lebih tinggi dari rata-rata harganya pada periode yang sama tahun lalu.
Bagaimanapun juga harga batu bara termal Australia masih didukung dengan harga batu bara acuan China yang juga terbilang masih mahal. Minggu lalu harga batu bara termal Qinhuangdao naik 7% dan membawanya ke level RMB 748/ton.
Harga tersebut tentu saja berada jauh di atas rentang target harga pemerintah di RMB 500 - RMB 570/ton.
Tren arus perdagangan batu bara dunia juga mengalami perbaikan. Hal ini tampak dari aliran perdagangan batu bara yang meningkat di bulan November tahun lalu di kisaran 80 juta ton menjadi hampir 100 juta ton pada Desember.
Namun ada hal yang perlu dikhawatirkan juga terutama terkait kenaikan kasus infeksi wabah Covid-19. Kali ini kenaikan kasus yang tinggi terjadi di negara konsumen batu bara terbesar kedua di Asia setelah China yaitu India
India terus mencatatkan kenaikan kasus infeksi Covid-19 yang tak terbendung. Kasus harian baru yang tercatat mengungguli rekor tertinggi sebelumnya. Lonjakan kasus Covid-19 membuat pemerintah India mempertimbangkan menerapkan lockdown di daerah Maharasahra akibat jumlah kasus Covid-19 yang masih tinggi.
India kini menjadi negara dengan kasus positif Covid-19 terbesar kedua di dunia mengalahkan Brasil karena lonjakan infeksi dalam beberapa minggu terakhir.
Menteri Kesehatan India Harsh Vardhan dilaporkan menyalahkan gelombang kedua infeksi dan kurangnya komitmen warga untuk memakai masker dan mempraktikkan jarak sosial sebagai penyebab melonjaknya kasus Covid-19 di India, seperti dikutip dari CNBC International, Senin (14/4/2021).
Kenaikan kasus yang semakin tak terkendali di India berbahaya bagi pemulihan ekonomi dan permintaan si batu legam. Apalagi India sekarang lebih banyak bertumpu ke Negeri Kanguru untuk memasok kebutuhan batu bara domestiknya.
Di bulan Februari impor batu bara dari China dan India juga melambat. Hal ini sempat memicu koreksi harga di bulan pertama tahun ini.
Di kawasan Asia Tenggara impor dari Thailand juga tak terlalu bagus. Impor batu bara termal Thailand (termasuk batu bara bituminus dan batu bara sub-bituminus) pada bulan Februari mencapai 1,87 juta ton atau turun 22% dari tahun lalu tetapi naik 5% dari bulan lalu apabila mengacu pada data bea cukai.
Dari dalam negeri pemerintah meski mematok produksi batu bara di angka 550 juta ton tahun ini tetapi memperkirakan produksi bakal lebih tinggi dan tembus 600 juta ton atau tepatnya 609 juta ton.
Pada 2022 produksi batu bara juga diproyeksikan akan kembali meningkat menjadi sebesar 618 juta ton, lalu pada 2023 sebesar 625 juta ton, dan tahun 2024 sebesar 628 juta ton.
Kemudian untuk proyeksi kebutuhan batu bara domestik pada 2021 sebesar 168 juta ton, naik 13 juta ton dari tahun ini 155 juta ton. Kemudian pada 2022 sebesar 177 juta ton, pada 2023 naik lagi menjadi sebesar 184 juta ton, dan pada 2024 mencapai 187 juta ton.
Kenaikan harga batu bara memang menggiurkan bagi para penambang untuk menambah output. Pada akhirnya ketika produksi digenjot sementara permintaan tak terlalu terkerek signifikan maka harga akan kembali ke titik ekuilibrium.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(twg/twg)
Tahan Banting! Harga Batu Bara Siap-siap Balik ke US$ 90 Lagi 5 menit yang lalu - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment